Dataran Tinggi Dieng

Dataran Tinggi Dieng
PUNCAK SIKUNIR, DATARAN TINGGI DIENG

Selasa, 22 Oktober 2024

DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 3.1


WAWANCARA

DENGAN KEPALA SEKOLAH

 

OLEH:

YUSEA GITARIA

CALON GURU PENGGERAK ANGKATAN 11

SMA NEGERI 14 TANGERANG

 

 

 

1.   NAMA KEPALA SEKOLAH      : ADE GUNAWAN, S.Pd., M.M.

ASAL SEKOLAH                     : SMAN 14 TANGERANG

 

Gambar 1. Bersama Kepala SMAN 14 Tangerang











 

HASIL WAWANCARA

 

CGP    : “Selama ini, bagaimana Anda dapat mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral?”

KS      : “Kepala sekolah harus mampu memetakan kasus dengan identifikasi masalah, setelah itu diinvetarisir permasalahannya kemudian mengumpulkan data dan fakta, kemudian memproses dengan fakta yang ada dan mengkomunikasikan nya. Ini tergantung dengan kekompleksan kasus yang muncul.”

CGP    : “Selama ini, bagaimana Anda menjalankan pengambilan keputusan di sekolah Anda, terutama untuk kasus-kasus di mana ada dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?”

KS      :   “Kepala sekolah mengumpulkan data dan pendekatan sehingga saya betul-betul memahami kasus tersebut terkait dengan kemaslahatan yang ada dan apakah ada kemudhoratannya, seberapa besar maslahatan dan mudhoratnya.”

CGP    :   “Langkah-langkah atau prosedur seperti apa yang biasa Anda lakukan selama ini?”

KS      :   “Saya memetakan masalah, akar masalahnya apa sehingga muncul konflik atau kasus. Kemudian saya akan melibatkan rekan sejawat dalam hal ini adalah wakil saya, apalagi bila masalahnya tergolong kasus yang berat atau kompleks maka saya akan mengkomunikasikannya dengan tim dan wakil kepala sekolah sebagai kontrol dalam pengambilan keputusan.

CGP    :   “Hal-hal apa saja yang selama ini Anda anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?”

KS      :   “Denganmelibatkan tim dan orang lain terutama wakil kepala sekolah adalah hal yang efektif menurut saya dalam pengambilan keputusan sebagai kontrol dalam pengambilan keputusan, serta bisa juga sebagai penguji apakah keputusan yang akan diambil ini sudah mengandung nilai-nilai kebajikan.

CGP    :   “Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?”

KS      :   “Tantangan terbesar yang dihadapi adalah tekanan psikis dari dalam diri sendiri, bagaimana pertanggungjawabannya nanti dari setiap keputusan yang saya ambil kepada Allah Subhawanahu Waw Ta’ala, bahwa Jabatan ini adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan.”

CGP    :   “Apakah Anda memiliki sebuah tatakala atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Anda langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang Anda jalankan?”

KS      :   “Penyelesaian kasus dilema etika yang dihadapi biasanya saya komunikasikan dengan rekan atau wakil kepala sekolah, sehingga keputusan yang diambil tidak memihak dan memiliki kemaslahatan bagi orang banyak.

CGP    :   “Adakah seseorang atau faktor-faktor apa yang selama ini mempermudah atau membantu Anda dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika?”

KS      :   “Yang membantu dan mempermudah dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika adalah para wakil kepala dengan berbagai kemampuan dan kompetensi serta kelebihannya masing-masing.

CGP    :   “Dari semua hal yang telah disampaikan, pembelajaran apa yang dapat Anda petik dari pengalaman Anda mengambil keputusan dilema etika?”

KS      :   “Pembelajaran tentang nilai-nilai kebajikan yang dilakukan tentu saja ada pertanggungjawabannya, di dunia dan di akhirat.”

 

 

2.   NAMA KEPALA SEKOLAH      : WIWIK ALAWIYAH, M.Pd.,

ASAL SEKOLAH                     : TK HARAPAN JAYA TANGERANG

  

Gambar 2. Bersama Kepala TK Harapan Jaya Tangerang

 








 

HASIL WAWANCARA

 

CGP    : “Selama ini, bagaimana Anda dapat mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral?”

KS      : “Saya mengamati dulu suatu permasalahan yang terjadi, mengumpulkan informasi yang faktual, dan menentukan suatu keputusan mengacu berdasarkan peraturan, setelah itu Saya akan mencari nilai-nilai atau kebajikan nya.”

CGP    : “Selama ini, bagaimana Anda menjalankan pengambilan keputusan di sekolah Anda, terutama untuk kasus-kasus di mana ada dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?”

KS      :   “Setiap pengambilan keputusan, saya selalu menjalin hubungan dengan rekan sejawat. Memastikan bahwa keputusan tersebut benar-benar dipahami, karena selalu ada alasan dibalik suatu kejadian. Dalam menjalankan pengambilan keputusan di sekolah dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip kebajikan dan keseimbangan kepentingan. Berdasarkan nilai-nilai yang sudah sering muncul dalam setiap keputusan yang saya ambil.”

CGP    :   “Langkah-langkah atau prosedur seperti apa yang biasa Anda lakukan selama ini?”

 KS      :   ”Selama ini, langkah-langkah atau prosedur pengambilan keputusan yang Saya terapkan sebagai kepala sekolah adalah dengan melibatkan pendekatan yang hati-hati dan kolaboratif. Berdasarkan prinsip-prinsip kebajikan yang Saya gunakan, langkah-langkah yang mungkin Saya lakukan dalam proses pengambilan keputusan : Identifikasi Masalah, mengumpulkan informasi, menganalisis masalah, melibatkan pihak terkait, mengambil keputusan berdasarkan nilai kebajikan, berkomunikasi secara transparan dan evaluasi penyesuaian.”

CGP    :   “Hal-hal apa saja yang selama ini Anda anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?”

KS      :   “Hal yang efektif dalam pengambilan keputusan adalah Saya akan terlebih dahulu mendiskusikan dengan pihak-pihak yang terkait, kemudian mengambil keputusan sendiri setelah mempertimbangkan pendapat dari yang lainnya, karena keputusan akhir adalah tanggung jawab Saya sebagai pemimpin atau Kepala Sekolah Secara keseluruhan, hal-hal yang Saya anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika tampaknya berkisar pada keseimbangan antara nilai-nilai kebajikan, komunikasi yang terbuka, serta pendekatan yang partisipatif dan bertahap. Dengan mempertimbangkan berbagai perspektif, Saya berhasil menjaga kesejahteraan semua pihak dan membuat keputusan yang adil serta berkelanjutan.”

CGP    :   “Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?”

KS      :   “Tantangan utama dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika adalah bagaimana Anda menyeimbangkan kepentingan yang bertentangan, menghadapi ketidakpastian, dan tetap berpegang pada nilai-nilai kebajikan di tengah keterbatasan sumber daya dan tekanan dari berbagai pihak, misalnya ketika kasus tersebut melibatkan orang tua murid, murid dan diri sendiri.

CGP    :   “Apakah Anda memiliki sebuah tatakala atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Anda langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang Anda jalankan?”

KS      :   “Dalam menyelesaikan kasus dilema etika, sebagai kepala sekolah, Saya mungkin memiliki pendekatan yang fleksibel, tergantung pada situasi dan urgensi masalah. Namun, untuk memastikan proses pengambilan keputusan berjalan secara terstruktur dan efektif, ada beberapa bentuk atau prosedur yang mungkin sudah Saya jalankan atau dapat diterapkan, misalnya, menganalisis masalah yang dihadapi, menentukan jadwalmusyawarah dengan pihak yang bersangkutan, mempertimbangkan pendapat yang ada, kemudian memutuskan keputusan apa yang akan diambil.”

CGP    :   “Adakah seseorang atau faktor-faktor apa yang selama ini mempermudah atau membantu Anda dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika?”

KS      :   “Dalam pengambilan keputusan biasanya Saya mendapatkan bantuan dari berbagai sumber yang mendukung pengambilan keputusan yang bijak, seperti pihak-pihak yang bersangkutan dalam kasus tersebut, serta faktor lain yang membantu ketika musyawarah berjalan lancar dan menghasilkan titik terang.

CGP    :   “Dari semua hal yang telah disampaikan, pembelajaran apa yang dapat Anda petik dari pengalaman Anda mengambil keputusan dilema etika?”

KS      :   “Yang menjadi pembelajaran bagi Saya adalah memutuskan sesuatu tidak mementingkan keegoisan diri sendiri tapi banyak pertimbangan agar tidak salah dalam mengambil keputusan. Pengalaman dalam menangani dilema etika memberikan banyak pembelajaran berharga yang membentuk Saya sebagai Kepala Sekolah yang lebih bijaksana, inklusif, dan reflektif. Keseimbangan, empati, nilai kebajikan, kolaborasi, dan refleksi adalah beberapa pilar yang memperkuat kemampuan Anda dalam mengambil keputusan yang tepat di masa depan.

 

 

3.   NAMA KEPALA SEKOLAH      : MULYADI, LM, S.Pd.I

ASAL SEKOLAH                     : SMK MITRA INDUSTRI TANGERANG

 

Gambar 3. Bersama Kepala SMK Mitra Industri Tangerang

 








 

HASIL WAWANCARA

 

CGP    : “Selama ini, bagaimana Anda dapat mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral?”

KS      : “Saya memetakan kasus dengan menentukan terlebih dahulu prioritas kasusnya. Kemudian mengamati permasalahan yang muncul kemudian melakukan pendekatan dengan mengkomunikasikannya dengan wakil kepala sekolah.”

CGP    : “Selama ini, bagaimana Anda menjalankan pengambilan keputusan di sekolah Anda, terutama untuk kasus-kasus di mana ada dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?”

KS      :   “Dalam pengambilan keputusan dengan mengedepankan nilai-nilai kebajikan seperti pada kasus disiplin yang pernah dihadapi. Untuk kasus ini yang diprioritaskan adalah peraturan yang melekat tetap dengan mempertimbangkan nilai kebajikan dalam norma masyarakat.

CGP    :   “Langkah-langkah atau prosedur seperti apa yang biasa Anda lakukan selama ini?”

KS      :   ”Selama ini, langkah-langkah atau prosedur pengambilan keputusan yang diterapkan adalah dengan pendekatan kemanusian dan rasa peduli untuk kasus yang harus diputuskan dengan sangat berhati-hati, agar tidak berdampak.”

CGP    :   “Hal-hal apa saja yang selama ini Anda anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?”

KS      :   “Hal yang efektif dalam pengambilan keputusan adalah melibatkan wakil Kepala Sekolah dengan nilai-nilai kebajikan dan pendekatan yang menjunjung nilai kemanusiaan.”

 CGP    :   “Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?”

KS      :   “Tantangan terbesar yang dihadapi adalah jika kasus atau konflik bersinggungan dengan orang tua murid adalah berkurangnya jumlah murid yang masuk ke sekolah, karena sekolah swasta. Jika pimpinan kurang tepat dalam pengambilan keputusan maka kepercayaan orang tua murid dalam menitipkan putra-putrinya di sekolah akan menurun sehingga ini berdampak menurunnya jumlah murid di sekolah ini.

CGP    :   “Apakah Anda memiliki sebuah tatakala atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Anda langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang Anda jalankan?”

KS      :   “Dalam menyelesaikan kasus dilema etika, saya akan mengkomunikasikan terlebih dahulu dengan wakil kepala sekolah untuk pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan kasus atau masalah yang muncul.”

CGP    :   “Adakah seseorang atau faktor-faktor apa yang selama ini mempermudah atau membantu Anda dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika?”

KS      :   “Dalam pengambilan keputusan biasanya Saya bersama wakil kepala sekolah yang memahami organisasi dan memiliki kemampuan dan kompetensi yang mumpuni sesuai dengan bidangnya.

CGP    :   “Dari semua hal yang telah disampaikan, pembelajaran apa yang dapat Anda petik dari pengalaman Anda mengambil keputusan dilema etika?”

KS      :   “Pembelajaran yang saya bisa ambil adalah bahwa kita harus selalu meninjau ulang setiap keputusan yang diambil dengan bermusyawarah serta kita juga harus selalu up to date terhadap perkembangan zaman.

  

ANALISIS HASIL WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH

 

Hal-hal menarik apa yang muncul dari wawancara tersebut, pertanyaan-pertanyaan mengganjal apa yang masih ada dari hasil wawancara bila dibandingkan dengan hal-hal yang Anda pelajari seperti 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengujian, apa yang Anda dapatkan?

Hal menarik yang muncul saat wawancara adalah bahwa kasus yang pernah dihadapi oleh kepala sekolah sangat kompleks, tetapi dengan keteguhan Kepala Sekolah dan yang paling penting mengedepankankan nilai-nilai kebajikan kepala sekolah bisa melalui kasus tersebut dengan pengambilan keputusan yang efektif dan baik. Pada Kasus yang di hadapi oleh Kepala Sekolah saat wawancara ada mengandung Paradigma dilema etika Kebenaran lawan Kesetiaan serta Jangka Panjang lawan Jangka Pendek. Prinsip yang ditonjolkan adalah prinsip yang berbasis rasa kasihan/peduli. Langkah-langkah yang diambil oleh kepala sekolah sudah mencakupi pada 9 langkah pengujian, sudah mengenal nilai yang bertentangan, ada yang terlibat dalam setiap kasus, mengumpulkan fakta yang terjadi, melakukan pengujian benar-salah dan benar- benar, ada prinsip resolusi, dan opsi trilema juga sudah nampak, sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan serta merefleksikannya.

Hampir ketiga sekolah memiliki pola yang sama saat menemukan kasus atau mendapati konflik, mereka memetakan konflik tersebut berdasarkan prioritas masalahnya, kemudian melakukan pendekatan.

 

Bagaimana hasil wawancara antara 2-3 pimpinan yang Anda wawancarai, adakah sebuah persamaan, atau perbedaan. Kira-kira ada yang menonjol dari salah satu pimpinan tersebut, mengapa, apa yang membedakan?

Dari ketiga wawancara yang saya laksanakan ada persamaan dan perbedaannya, diantaranya

PERSAMAAN

Dalam Pengambilan keputusan ketiga kepala sekolah yang saya wawancarai

1.   Memetakan masalah saat ingin melakukan pengambilan keputusan. Dengan prosedur dan langkah-langkah yang efektif dengan melibatkan orang lain atau wakil kepala sekolah.

2.   Ada memiliki faktor atau orang lain yang mempermudah dalam pengambilan keputusan diantaranya adalah para wakil kepala sekolah untuk jenjang Sekolah Menengah Atas, dan faktor lain untuk jenjang Taman Kanak-kanak atau PAUD misalnya rekan sejawat.

 

PERBEDAAN:

 

Dari masing-masing kepala sekolah yang saya wawancarai ada perbedaan pada tantangan yang di hadapi saat pengambilan keputusan yaitu,

1.   Ada Kepala Sekolah yang mengatakan bahwa tantangan terbesar yang dihadapinya dalam setiap pengambilan keputusan adalah mengendalikan Ego dan Emosional dari diri sendiri. Jabatan kepala sekolah adalah amanah yang nantinya akan dipertanggungjawabkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan beliau sadar bahwa jabatan itu adalah ujian yang selalu mengingatkannya saat dalam pengambilan keputusan, apalagi keputusan itu adalah keputusan yang harus diambil pada kasus yang kompleks.

2.   Ada juga Kepala Sekolah yang mengatakan bahwa Tantangan terbesar saat pengambilan keputusan adalah dengan mempertimbangkan resiko terbesar yang menyebabkan berkurangnya jumlah kepercayaan orang tua dalam menitipkan putra-putrinya di sekolah tersebut, karena sekolah swasta.

3.   Ada juga Kepala Sekolah yang mengatakan bahwa tantangannya adalah saat menghadapi kasus dengan ketidak pastian tindakan, sementara Kepala Sekolah harus mengedepankan nilai-nilai kebajikan dari setiap kasus atau konflik, apalagi bila  bersentuhan dan bersinggungan dengan orang tua murid.

 

Apa rencana ke depan para pimpinan dalam menjalani pengambilan keputusan yang mengandung unsur dilema etika? Bagaimana mereka bisa mengukur efektivitas pengambilan keputusan mereka?


Merefleksikan diri dalam setiap pengambilan keputusan, dan melibatkan setiap pihak terutama wakil kepala, yang akan terlibat dalam pengambilan keputusan dengan kredibilitas dan integritas yang tinggi sebagai kontrol diri pemimpin.

Efektivitas terukur dengan adanya keterlibatan para tim atau rekan sejawat yang diambil dengan kebijakan yang bisa dilihat dari berbagai sisi dan lini kehidupan yang berasal dari masukan setiap orang dalam tim atau beberapa wakil kepala. Dan Keputusan tetap ditentukan oleh kepala sekolah dengan mempertimbangkan nilai-nilai kebajikan yang muncul untuk kemaslahatan orang banyak dengan meminimalkan mudhorat nya.

 

Bagaimana Anda sendiri akan menerapkan pengambilan keputusan dilema etika pada lingkungan Anda, pada murid-murid Anda, dan pada kolega guru-guru Anda yang lain? Kapan Anda akan menerapkannya?


Saya akan menerapkan pengambilan keputusan pada lingkungan tempat saya mengajar, serta rekan sejawat yang selalu membersamai dalam setiap pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajar. Sebagai guru saya akan menerapkan pengambilan keputusan dalam pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas dengan memetakan permasalahan dan kasus yang muncul melalui 4 paradigma dilema etika, memutuskan dengan 3 prinsip dan mengujinya dengan 9 langkah pengujian.

 

Kejelasan suara/tulisan di video/blog naratif Anda, format apa yang akan gunakan, sudahkah Anda mengujinya/ membacanya dan melihat hasilnya/membayangkan bila orang lain membaca tulisan Anda? 


Pada penulisan analisis sebagai tugas Demonstrasi Kontekstual Modul 3.1 adalah format dengan tulisan di aplikasi Word dan dituangkan atau dibagikan pada media sosial berupa  tulisan di blog pribadi saya, dan saya sudah membaca hasil tulisan saya ini dengan mengujinya melalui penyesuaian tata bahasa dan kosa kata yang ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan uji intuisi, dengan membayangkan bila orang lain membaca tulisan ini saya merasa biasa saja dan nyaman saja dengan narasi yang saya buat ini. Tidak ada tulisan yang menyinggung pihak manapun dan tidak mengandung unsur SARA serta kata-kata yang mengandung kekerasan atau perundungan.

 

Durasi waktu/panjang tulisan, apakah sudah diuji untuk maksimal dan minimal waktu berbicara, atau apakah sudah ditinjau isi dan panjang tulisan Anda, dan kepadatan/intisari  materi yang Anda ingin sampaikan?

Jumlah kata yang terhitung dalam komunikasi analisis adalah lebih dari 600 kata. Dengan lebih dari 600 kata sudah mewakili bahwa intisari atau kepadatan materi atau pembahasan dalam analisis sudah tercapai.




Channel Education

Sabtu, 12 Oktober 2024

GURU PENGGERAK ANGKATAN 11


PENDIDIKAN GURU PENGERAK ANGKATAN 11


Channel Education

JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN 8




JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN 8
TUGAS DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 2.3 TENTANG 
COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

YUSEA GITARIA
CGP ANGKATAN 11
SMA NEGERI 14 TANGERANG


Assalaamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh…

Selamat datang dan selamat bertemu Kembali Bapak dan Ibu Sahabat Guru Penggerak di Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Pendidikan Guru Penggerak Angakatan 11. Pada kesempatan kali ini saya akan merefleksi kegiatan saya selama pembelajaran di modul 2.3 tentang Pengalaman menjadi Supervisor pada kegiatan Coaching Untuk Supervisi Akademik.

Pada Jurnal Refleksi kali ini saya masih tetap menggunakan refleksi model 4F yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway, yaitu:

Fact (Peristiwa)
Feeling (Perasaan)
Finding (Pembelajaran)
Future (Rencana Tindak Lanjut)

Bagaimana jabaran jurnal refleksi yang saya buat pada kegiatan pengalaman belajar saat bekerja sama dengan rekan sejawat dimana saya menjadi supervisor pada teknik Coaching Untuk Supervisi Akademik, ayo kita perhatikan penjelasan berikut ini

1.  Fact (Peristiwa)

Sahabat Guru Penggerak Pembelajaran Modul 2.3 tentang Coaching Untuk Supervisi Akademik sangatlah padat dengan berbagai contoh Praktik Coaching beserta dengan materi Konsep Coaching, Paradigma Berpikir dan Prinsip Coaching, Kompetensi Inti Coaching, Alur Percakapan TIRTA, Supervisi Akademik dengan Paradigma Coaching

Pada modul 2.3 ini saya selalu semangat dan berusaha mengerjakan semua tugas yang sudah diberikan di link lms (Learning Management System) Platform Merdeka Mengajar. Dengan mengerjakan semua tugas, seperti latihan coaching berperan sebagai coach dan sebagai coachee dan pada rukol 2 merekam praktik coaching sebagai coach, saya menjadi lebih banyak tahu bagaimana perasaan dan teknik atau keterampilan sebagai seorang coach dengan menghadirkan diri sepenuhnya untuk mendengarkan agar dapat mengajukan pertanyaan yang berbobot. 

Kali ini pada Jurnal Mingguan 8 ini saya akan merefleksi tentang kegiatan yang sudah laksanakan yaitu kegiatan kolaborasi dengan rekan sejawat saat menjadi supervisor dalam kegiatan Coaching Untuk Supervisi Akademik sebagai pemenuhan tugas modul 2.3 Demonstrasi Kontekstual. Saya bersama teman-teman CGP lain belajar bersama tentang peran menjadi supervisor, coach dan coachee. Kami melakukannya dalam tiga siklus. 

Pengalaman belajar yang sangat bermanfaat dan memberikan arti yang sangat besar pada pengalaman saya sebagai guru. Bagaimana berperan sebagai coach, supervisor yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran yang selalu menuju pada pengembangan metode dalam pembelajaran yang berdiferensiasi dengan kompetensi sosial dan emosional serta berpusat pada murid.

Diawali saya yang tidak yakin dengan kemampuan saya apakah bisa melakukan peran sebagai supervisor dan coach, ternyata setelah dilakukan dan mendapat penguatan dari fasilitator serta dukungan teman-teman CGP lain membuat saya menjadi lebih optimis dalam melakukan praktek coaching untuk supervisi akademik. Dalam tugas praktik tersebut kami membuat video dalam setiap siklus, karena yang akan dinilai oleh fasilitator adalah saat kami menjadi supervisor.

Banyak hal lucu dan menyenangkan saat kami mengambil adegan video yang saya temui dan pembelajaran yang unik menurut saya. Selanjutnya kami harus mengunggahnya di Channel YouTube pribadi dengan format unlisted atau tidak publik.

Kemudian dalam tugas Koneksi Antar Materi menambah dan menggali lagi kemampuan saya dalam merefleksi kegiatan saya dalam mempelajari modul 2.3 tentang Coaching Untuk Supervisi Akademik. Diakhiri dengan 20 pertanyaan sebagai kompetensi akhir tentang pembelajaran yang sudah berlangsung.

Tugas mandiri yang diberikan dalam setiap modul sangat memberikan efek yang positif dalam diri saya sebagai Guru pada umumnya dan sebagai Calon Guru Penggerak pada khususnya. 

Saya sangat senang dengan pembelajaran di modul 2.3 tentang Coaching Untuk Supervisi Akademik ini, terutama pada saat rekaman adegan menjadi supervisor dalam tiga siklus karena saya banyak mendapat pengalaman belajar yang luar biasa, baik dari materi yang ada maupun dari pengalaman belajarnya.

Tantangan yang saya hadapi pada modul ini adalah menata perasaan yang masih sering gugup saat diawal percakapan coaching baik saat pra supervisi maupun saat pasca supervisi.

2. Feeling (Perasaan)

Perasaan saya saat pembelajaran menjadi supervisor dalam coaching untuk supervisi akademik ini sangat senang, terutama saat melakukan peran pada semua adegan sebagai supervisor, coach dan coachee dalam tiga siklus yang berlangsung sebagai pemenuhan tugas Demonstrasi Kontekstual. Perasaan yang semula bercampur aduk gugup, penasaran, ada rasa ketakutan/khawatir berubah seketika saat sudah mulai melakukan adegan dengan peran dalam teknik coaching tersebut.

Saya sangat berharap Coaching Untuk Supervisi Akademik ini dapat saya terapkan kepada murid dan rekan sejawat saya agar dapat berbagi praktik baik dalam teknik coaching. Sehingga bila ada permasalahan dalam pembelajaran dapat menemukan solusinya dengan cara yang tepat. Sehingga teknik coaching ini benar-benar bisa mengembangkan dan memaksimal potensi diri guru dalam kegiatan supervisi akademik.

Teknik coaching ini bisa menjadi solusi dalam setiap percakapan. Dan saya sangat senang bisa mengenal tentang pembelajaran dalam mengembangkan kompetensi dan keterampilan teknik coaching. Dengan tentunya tetap mengedepankan budaya positif yang sudah terbentuk.

3.  Finding (Pembelajaran)

Pada pembelajaran ini saya menemukan hal baru diantaranya adalah adanya pembelajaran mandiri tentang teknik keterampilan menjadi supervisor saat melakukan coaching untuk supervisi akademik. 

Keterampilan yang harus dikembangkan sebagai supervisor diantaranya Presence atau menghadirkan diri sepenuhnya yang tujuannya agar bisa mengamati dan fokus untuk mengembangkan keterampilan mengajukan pertanyaan berbobot terhadap coach atau guru yang akan melakukan coaching untuk supervisi akademik sehingga coach bisa mengembangkan keterampilan dan kompetensinya dalam menggali potensi coachee atau guru lain dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

Percakapan di dalam coaching pun ada alurnya untuk memudahkan coach dalam membuat pertanyaan-pertanyaan berbobot, yaitu alur TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi dan Tanggung Jawab) tentunya harus dengan menghadirkan RASA (Receive, Acknowledge, Summarize, Ask). 

Dengan metode Coaching Untuk Supervisi Akademik ini saya sebagai pembelajar akan selalu berusaha melakukan pembelajaran yang berdiferensiasi dengan mengembang karakter pada kompetensi sosial dan emosional (KSE) yang selalu berpihak pada murid. 
 
4. Future (Rencana Tindakan Lanjut)

Setelah belajar di modul 2.3 tentang Coaching Untuk Supervisi Akademik ini, dan melakukan praktik adegan percakapan dengan CGP lain yang berperan sebagai supervisor, coach dan coachee, insya Allah saya akan lebih fokus dalam mengembangkan keterampilan sebagai supervisor dalam teknik Coaching Untuk Supervisi Akademik ini.

Dengan mengasah kemampuan dan keterampilan saya dalam teknik coaching ini, saya akan bersinergi dengan rekan sejawat dalam melakukan praktik supervisi agar kompetensi guru pun lebih berkembang pada setiap pembelajaran. Saya pun akan berusaha menerapkan kompetensi atau keterampilan percakapan coaching dalam pembelajaran yang nanti akan saya lakukan. Saya akan berdiskusi dengan kepala sekolah dalam kegiatan supervisi untuk akademik ini.

Demikianlah refleksi saya kali terima kasih atas perhatiannya. Mohon maaf bila ada kata yang kurang sesuai.

Wassalaamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh…


Channel Education

POSTING BEFORE